Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]
Al-hikaayah: Islam Harus Terpisah Dengan Pemerintahan? Begini Jawaban Dr Zakir Naik
Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]

Breaking News

Jumat, 31 Maret 2017

Islam Harus Terpisah Dengan Pemerintahan? Begini Jawaban Dr Zakir Naik

Islam Harus Terpisah Dengan Pemerintahan? Begini Jawaban Dr Zakir Naik

Islam Harus Terpisah Dengan Pemerintahan? Begini Jawaban Dr Zakir Naik


Terkait adanya statement yang menyatakan bahwa agama harus terpisah dari pemerintahan, ulama asal Mumbai India, Dr Zakir Naik ikut memberikan pendapatnya dan menyatakan bahwa kedua komponen tersebut tidak boleh dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Islam Harus Terpisah Dengan Pemerintahan? Begini Jawaban Dr Zakir Naik
Dr Zakir Naik di Indonesia (Lamhot Aritonang/Detik.com)


"Apakah Islam terpisahkan dengan pemerintahan? Kata yang tepat adalah gaya hidup yang lengkap. Islam tidak hanya mengajarkan cara salat dan puasa, itu juga membahas seluruh aspek pendidikan termasuk memerintah sebuah negara,"

 ujar Zakir Naik saat bertemu Ketua MPR, Zulkifli Hasan, di kompleks parlemen, Senayan, seperti dikutip dari Detikcom, Jumat (31/3/2017).


Disebutkan bahwa segala urusan yang ada di dunia ini mulai dari yang kecil hingga urusan pemerintahan sudah diatur dalam Al Qur’an. Itulah sebabnya mengapa Al Qur’an menjadi kitab terbaik bagi umat manusia.

"Menurut saya, masa depan ada di Al Quran, itu adalah yang paling terbaik di dunia. Itu suatu pernyataan terhadap kemanusiaan. Itu panduan hidup. Itu kepastian dan juga memberikan harapan terhadap orang-orang yang putus asa," tutur Zakir Naik.

"Kita manusia bisa berbuat salah. Pencipta kita tahu apa yang lebih baik untuk kita. Pengetahuan terbaik berasal dari Al Quran," lanjutnya.

Dalam kunjungannya ke Indonesia, Muhammadiyah berharap agar ceramah Dr Zakir Naik bisa disesuaikan dengan kondisi Islam yang ada di Indonesia.

"Dr Zakir Naik memang selama ini dianggap sebagai seorang intelektual yang sangat keras menyuarakan prinsip-prinsip Islam, terutama dalam konteks dunia global. Dalam masyarakat muslim di berbagai negara memang ada kontroversi menyangkut pernyataannya. Tetapi saya kira dalam konteks keterbukaan informasi dan dalam membangun keberagaman, maka kunjungan Dr Zakir Naik itu tidak perlu dipersoalkan," ujar Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam perbincangan, Kamis (30/3/2017).

Berita Sebelumnya : 


Jokowi Desak Pemisahan Agama Dengan Politik, Netizen: PKI Pun Juga Bilang Begitu!


Presiden Joko Widodo mendesak semua pihak agar memisahkan persoalan agama dengan politik. Menurut Presiden, pemisahan tersebut untuk menghindari gesekan antarumat beragama.

Jokowi Desak Pemisahan Agama Dengan Politik, Netizen: PKI Pun Juga Bilang Begitu!


"Memang gesekan kecil-kecil kita ini karena pilkada, karena pilgub, pilihan bupati, pilihan wali kota, inilah yang harus kita hindarkan," kata Presiden saat meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Jumat (24/3/2017), seperti dikutip Antara.

Karena rentan gesekan itulah, Presiden meminta tidak ada pihak yang mencampuradukkan politik dan agama.

"Dipisah betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik," kata Jokowi.

Jokowi berpesan kepada masyarakat untuk menghindari konflik horizontal, seperti antarsuku atau antaragama. Keberagaman suku, agama, dan bahasa, kata Kepala Negara, justru harus jadi kekuatan NKRI.

Menanggapi desakan Jokowi tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma'ruf Amin menegaskan bahwa Agama dan politik adalah dua hal yang saling mempengaruhi.

Ia menganggap salah satu pengaruh agama untuk politik adalah untuk memberikan pembenaran.

Ma'ruf Amin yang juga merupakan Rais'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini menduga pernyataan Presiden Joko Widodo soal pemisahan agama dan politik adalah pemahaman akan agama yang bertabrakan dengan masalah kenegaraan sehingga menimbulkan masalah.

"Mungkin yang dimaksud oleh presiden itu paham-paham yang bertabrakan, sehingga menimbulkan masalah. Tetapi kalau tidak ada pembenaran dari agama bagaimana? (idealnya) Agama, negara, Pancasila itu saling menopang, saling menguatkan," ujar Ma'ruf Amin kepada wartawan di Hotel Crowne Plaza, Jakarta Pusat, Senin (27/3/2017).

Ia tidak menampik ada sebagian kelompok agama yang menganggap paham keagamaannya bertentangan dengan Pancasila, sehingga Pancasila menurut mereka tidak layak menjadi ideologi negara.

Kemudian ada juga kelompok sekuler yang mempersempit peran agama dala kehidupan, termasuk dalam kehidupan bernegara.

"Orang yang kemudian juga mendeligitimasi agama, sehingga agama itu tidak boleh ikut memberikan kontribusi dalam kehidupan," ujar Ma'ruf Amin.

"Padahal itu musti ada penguatan. Kalau tidak akan terjadi konflik yang berkepanjangan, tidak bisa terpisahkan, karena (agama dan politik) itu saling menguatkan, tapi bukan dalam artian agama yang radikal," dia menambahkan.

Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak‎ menganggap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai ‎lupa sejarah dan tercerabut dari nilai-nilai keindonesiaan, Pancasila dan UUD 1945.‎ Pasalnya, Presiden RI pertama Soekarno berusaha menyatukan nilai-nilai ideologi agama dalam kegiatan dan ideologi politik yang diinisiasinya bernama Nasakom alias Nasionalisme, Agama dan Komunisme.

Maka itu, Dahnil Anzar Simanjuntak‎ tidak sepakat dengan imbauan Presiden Jokowi ‎agar semua pihak memisahkan persoalan politik dan agama untuk menghindari gesekan antarumat.‎ "Bagaimana mungkin memisahkan agama dari politik Indonesia," ujar‎ Dahnil, Selasa (28/3/2017).

Sebab, kata Dahnil, Pancasila saja dijiwai oleh Ketuhanan yang Maha Esa. Kemudian, pendahuluan UUD 1945 saja, dimulai dengan kalimat Rahmat Tuhan yang Maha Esa.

Menurut dia, ‎gesekan antarumat muncul karena orang-orang yang sama sekali tidak pernah bicara agama dan merawat nilai-nilai agama, tiba-tiba ketika kontestasi politik datang rajin menggunakan agama. Bahkan, lanjut dia, berani bicara yang tidak pantas tentang agama orang lain, sehingga muncul gesekan.

Bahkan, sambung dia, Soekarno atau Bung Karno berusaha menyatukan nilai-nilai ideologi agama dalam kegiatan dan ideologi politik yang beliau inisiasi, Nasakom atau Nasionalisme, Agama dan Komunisme). "Bagi saya pandangan Pak Presiden tersebut alpha sejarah dan tercerabut dari nilai-nilai keindonesiaan, Pancasila dan UUD 1945," ungkapnya.

Senada dengan KH. Ma'ruf Amin dan Dahnil Simanjuntak, Imam Besar Umat Islam Indonesia Habib Muhammad Rizieq Syihab mengingatkan umat Islam adanya tiga propaganda tetang Islam dan politik yang dihembuskan kaum liberal kepada umat Islam. Propaganda ini dibungkus dengan kalimat yang manis tetapi sejatinya bermaksud sadis.



Presiden Joko Widodo mendesak semua pihak agar memisahkan persoalan agama dengan politik. Menurut Presiden, pemisahan tersebut untuk menghindari gesekan antarumat beragama.

"Memang gesekan kecil-kecil kita ini karena pilkada, karena pilgub, pilihan bupati, pilihan wali kota, inilah yang harus kita hindarkan," kata Presiden saat meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Jumat (24/3/2017), seperti dikutip Antara.

Karena rentan gesekan itulah, Presiden meminta tidak ada pihak yang mencampuradukkan politik dan agama.

"Dipisah betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik," kata Jokowi.

Jokowi berpesan kepada masyarakat untuk menghindari konflik horizontal, seperti antarsuku atau antaragama. Keberagaman suku, agama, dan bahasa, kata Kepala Negara, justru harus jadi kekuatan NKRI.

Menanggapi desakan Jokowi tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma'ruf Amin menegaskan bahwa Agama dan politik adalah dua hal yang saling mempengaruhi.

Ia menganggap salah satu pengaruh agama untuk politik adalah untuk memberikan pembenaran.

Ma'ruf Amin yang juga merupakan Rais'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini menduga pernyataan Presiden Joko Widodo soal pemisahan agama dan politik adalah pemahaman akan agama yang bertabrakan dengan masalah kenegaraan sehingga menimbulkan masalah.

"Mungkin yang dimaksud oleh presiden itu paham-paham yang bertabrakan, sehingga menimbulkan masalah. Tetapi kalau tidak ada pembenaran dari agama bagaimana? (idealnya) Agama, negara, Pancasila itu saling menopang, saling menguatkan," ujar Ma'ruf Amin kepada wartawan di Hotel Crowne Plaza, Jakarta Pusat, Senin (27/3/2017).

Ia tidak menampik ada sebagian kelompok agama yang menganggap paham keagamaannya bertentangan dengan Pancasila, sehingga Pancasila menurut mereka tidak layak menjadi ideologi negara.

Kemudian ada juga kelompok sekuler yang mempersempit peran agama dala kehidupan, termasuk dalam kehidupan bernegara.

"Orang yang kemudian juga mendeligitimasi agama, sehingga agama itu tidak boleh ikut memberikan kontribusi dalam kehidupan," ujar Ma'ruf Amin.

"Padahal itu musti ada penguatan. Kalau tidak akan terjadi konflik yang berkepanjangan, tidak bisa terpisahkan, karena (agama dan politik) itu saling menguatkan, tapi bukan dalam artian agama yang radikal," dia menambahkan.

Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak‎ menganggap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai ‎lupa sejarah dan tercerabut dari nilai-nilai keindonesiaan, Pancasila dan UUD 1945.‎ Pasalnya, Presiden RI pertama Soekarno berusaha menyatukan nilai-nilai ideologi agama dalam kegiatan dan ideologi politik yang diinisiasinya bernama Nasakom alias Nasionalisme, Agama dan Komunisme.

Maka itu, Dahnil Anzar Simanjuntak‎ tidak sepakat dengan imbauan Presiden Jokowi ‎agar semua pihak memisahkan persoalan politik dan agama untuk menghindari gesekan antarumat.‎ "Bagaimana mungkin memisahkan agama dari politik Indonesia," ujar‎ Dahnil, Selasa (28/3/2017).

Sebab, kata Dahnil, Pancasila saja dijiwai oleh Ketuhanan yang Maha Esa. Kemudian, pendahuluan UUD 1945 saja, dimulai dengan kalimat Rahmat Tuhan yang Maha Esa.

Menurut dia, ‎gesekan antarumat muncul karena orang-orang yang sama sekali tidak pernah bicara agama dan merawat nilai-nilai agama, tiba-tiba ketika kontestasi politik datang rajin menggunakan agama. Bahkan, lanjut dia, berani bicara yang tidak pantas tentang agama orang lain, sehingga muncul gesekan.

Bahkan, sambung dia, Soekarno atau Bung Karno berusaha menyatukan nilai-nilai ideologi agama dalam kegiatan dan ideologi politik yang beliau inisiasi, Nasakom atau Nasionalisme, Agama dan Komunisme). "Bagi saya pandangan Pak Presiden tersebut alpha sejarah dan tercerabut dari nilai-nilai keindonesiaan, Pancasila dan UUD 1945," ungkapnya.

Senada dengan KH. Ma'ruf Amin dan Dahnil Simanjuntak, Imam Besar Umat Islam Indonesia Habib Muhammad Rizieq Syihab mengingatkan umat Islam adanya tiga propaganda tetang Islam dan politik yang dihembuskan kaum liberal kepada umat Islam. Propaganda ini dibungkus dengan kalimat yang manis tetapi sejatinya bermaksud sadis.



Jika artikel ini bermanfaat, bagikan ke orang terdekatmu. Bagikan informasi bermanfaat juga termasuk amal ho.... Sekaligus LIKE fanspage kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya @Tahukah.Anda.News


Sumber | republished by Yes Muslim - Portal Muslim Terupdate !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By